D. Lembaga-Lembaga Hukum di Indonesia

PIH

D. Lembaga-Lembaga Hukum di Indonesia

1. Kepolisian

Fungsi dan tujuan kepolisian ini diatur dalam UU No. 28 tahun 1997. dalam pasal 2 UU tersebut disebutkan :

“Kepolisian Negara RI bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”

Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah di bidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta pembimbing masyarakat dalam rangka terjadinya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

2. Kehakiman

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Hakim merupakan aparat penegak hukum yang selalu terkait dalam semua proses penyelesaian perkara. Ketentuan dasar mengenai kekuasaan kehakiman ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 24 dan 25 yang berbunyi :

Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Pasal 25
(1) Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

Kekuasaan kehakiman ini lebih lanjut diatur dalam undang-undang No. 14 Tahun 1970. Dalam pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan :

a. Peradilan umum

Dalam lingkungan ini, pengadilan mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan. Peradilan umum ini terdiri dari pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

b. Peradilan Agama

Dalam lingkungan ini pengadilan mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara khusus untuk orang Islam, yaitu perkara perkawinan, perceraian, pewarisan dan wakaf. Peradilan agama ini terdiri dari pengadilan agama yang memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dan pengadilan tinggi agama pada tingkat banding.

c. Peradilan Militer

Dalam lingkungan ini, pengadilan mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara pidana khusus anggota TNI atau yang dipersamakan undang-undang. Peradilan militer ini terdiri dari mahkamah militer, mahkamah militer tinggi dan mahkamah militer agung.

d. Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam lingkungan ini, pengadilan mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara tata usaha negara, atau antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara. Peradilan tata usaha negara ini terdiri dari pengadilan tata usaha negara yang memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama, dan pengadilan tata usaha negara pada tingkat banding.

3. Kejaksaan

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ia adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan jaksa agung. Kejaksaan ini merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penututan (Syarifin, 1999: 177). Dengan demikian pelaksanaan negara dalam bidang penuntutan ini diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi.

Adapun tugas dan wewenang kejaksaan di bidang pidana adalah melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat, melengkapi berkas perkara tertentu. Di bidang perdata kejaksaan dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerinah.

4. Rumah Tahanan Negara

Dalam pasal 22 (1) Undang-Undang nomer 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan jenis penahanan, yaitu :

a. Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
b. Penahanan Rumah
c. Penahanan Kota

Rumah tahanan negara atau disebut Rutan merupakan tempat tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Rutan ini ada pada tiap kabupaten atau kotamadya, sedang cabangnya berkedudukan di wilayah kecamatan. Rutan ini dikelolah oleh Departemen kehakiman.

5. Lembaga Pemasyarakatan

Sesuai dengan arti pemasyarakatan itu sendiri, yaitu proses pembinaan setiap orang yang menjadi narapidana agar di kemudian hari menjadi warga masyarakat yang baik, maka Lembaga Pemasyarakatan yang pada awalnya bernama boei ini merupakan tempat penahanan narapidana untuk dibina dan tersembuhkan dari segi-segi negatif.

6. Lembaga Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum di Indonesia populer sejak dikeluarkannya UU NO.19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehakiman, selanjutnya berdasarkan pasal 35 UU No.14 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang berbunyi: “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”. Dan pada tahun 1978 pengembangan bantuan hukum masuk ke dalam GBHN. Kemudian dimantapkan lagi dalam Tap MPR RI N0. II/MPR/1988 tentang GBHN, yaitu istilah pemberian bantuan dan konsultasi hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.

Istilah bantuan hukum dipergunakan dari istilah Legal Aid dan Legal Assistance. Istilah legal aid tersebut dipergunakan untuk pengertian bantuan hukum yang berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum pada seorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis, khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Sedang istilah Legal assistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu maupun pemberian bantuan hukum oleh advokat yang mempergunakan honorarium (Syarifin,1999:215).

Dalam artian luas bantuan hukum dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Upaya ini mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu: aspek aturan-aturan hukum, aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar ditaati, aspek pendidikan masyarakat (Nasution,1988:95).

Dalam keputusan MA tanggal 22 Juni 1972 No.5/KMA/1972 yang berhak memberikan bantuan hukum dan pembelaan perkara di muka persidangan ada tiga yaitu :

a. Pengacara (Advokat/Procureur) yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atas kuasa/ wakil dari pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah mendapat surat dari Departemen Kehakiman. Untuk menjadi pengacara disyaratkan seorang sarjana hukum yang telah diangkat oleh Menteri Kehakiman dan diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi setempat dalam sidang luar biasa.

b. Pengacara praktek (Prokol) yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa dari pihak yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk golongan pengacara. Untuk menjadi prokol tidak harus sarjana hukum, tanpa pengangkatan menteri Kehakiman dan tidak diambil sumpahnya oleh Menteri Kehakiman.

c. Mereka karena sebab-sebab tertentu secara insidentil membela atau mewakili pihak-pihak yang berperkara, mereka memberi bantuan hukum untuk waktu tertentu, dalam hal-hal tertentu di muka pengadilan bukan sebagai mata pencahariannya. Bila mereka ingin memberi bantuan hukum dalam suatu perkara, mereka diwajibkan mengajukan permohonan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana perkara yang bersangkutan diperiksa guna mendapat surat bantuan hukum dari ketua Pengadilan Negeri tersebut.

kembali ke :
• https://bit.ly/46AFyfo