D. Asas Hukum

PIH

D. Asas Hukum

Asas hukum (rechtsbeginsel) adalah dasar daripada peraturan-peraturan hukum, yang mengkualifikasikan (kwalificeren) beberapa peraturan hukum, sehingga peraturan-peraturan hukum itu bersama-sama merupakan satu lembaga hukum.

Asas hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). (Mertokusumo, 1985:32). Satjipto Rahardjo (1986 : 85) mengatakan asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum, karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum,ia adalah ratio legisnya peraturan hukum.

Seperti halnya hukum, maka asas hukum juga merupakan petunjuk hidup. Tetapi antara norma hukum dan asas hukum terdapat perbedaan yang prinsipiil. Norma hukum adalah petunjuk hidup yang diberi sanksi atas pelanggarannya, sedangkan asas hukum adalah petunjuk hidup yang tidak diberi sanksi atas pelanggarannya. Peraturan hukum perumusan (formulering) atau kristalisasi daripada asas hukum, yaitu perumusan yang diberi sanksi. (Utrecht).

Asas hukum merupakan sistem materiil dari hukum (het materiele systeem van het recht). Kadang-kadang asas-asas hukum itu disebut dengan jelas dalam undang-undang. Dalam hal ini asas hukum identik dengan norma hukum. Seperti asas the presumption of innocence yang disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang No.14 tahun 1970. Kemudian asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) WvS (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Berikut asas pacta sunt servanda, yang disebut dalam Pasal 1338 BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Tetapi yang lebih sering asas-asas hukum itu tidak disebut dengan jelas dalam undang-undang. Dan apabila asas-asas hukum ini tidak dicari dengan cara membandingkan antara beberapa peraturan perundang-undangan yang diduga mengandung “persamaan”, dan berdasarkan penafsiran menurut sejarah penetapan undang-undang. Persamaan yang dikehendaki pembuat undang-undang itulah asas hukum yang menjadi dasar peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Misalnya, berdasarkan perbandingan antara Pasal-pasal 27,34,60,64,86 BW dan Pasal 279 WvS dan berdasarkan penyelidikan penetapan (kelahiran) pasal-pasal tersebut, maka dapatlah diketahui asas hukum perkawainan Eropa yaitu asas monogami.

Dengan demikian asas hukum ditentukan dan disimpulkan, langsung ataupun tidak langsung, dalam peraturan-peraturan hukum yang pada hakikatnya mengandung unsur-unsur asas-asas hukum yang bersangkutan. Oleh karena asas hukum terkandung dalam peraturan-peraturan hukum, sedangkan peraturan-peraturan hukum dalam masyarakat sifatnya tidak tetap, karena senantiasa mengikuti perubahan dan perkembangan perasaan yang hidup dalam masyarakat, maka dengan sendirinya asas hukum yang terkandung di dalamnya pun sifatnya tidak abadi. Asas hukum berubah sesuai dengan tempat dan waktu. (Surojo Wignjodipuro, 1974,hal.108).

Meskipun demikian bukan berarti tidak ada sama sekali asas hukum yang berlaku universal. Scholten sebagaimana dikutip Sudikno Mertokusumo dalam buku Mengenal Hukum menyebutkan ada 5 (lima) asas hukum umum, yaitu asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan dan asas pemisahan antara baik dan buruk. Empat asas yang disebut pertama terdapat dalam setiap sistem hukum. Tidak ada sistem hukum yang tidak mengenal keempat asas hukum tersebut. Masing-masing dari empat asas hukum yang disebutkan pertama ada kecenderungan untuk menonjol dan mendesak yang lain. masyarakat atau masa tertentu lebih menghendaki yang satu dari pada yang lain. Norma hukum adalah pedoman tentang apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang seyogianya tidak dilakukan; ini berarti pemisahan antara yang baik dan yang buruk. Keempat asas hukum yang disebutkan pertama didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk. (Sudikno Mertokusumo, hal. 34).

Dalam asas kepribadian diakui bahwa manusia itu adalah subjek hukum, penyandang hak dan kewajiban dan adanya kebebasan individu. Dalam asas persekutuan yang dikehendaki adalah persatuan, kesatuan, keutuhan masyarakat dan cinta kasih antar sesama. Kemudian dalam asas kesamaan dikehendaki adanya keadilan, setiap orang sama kedudukannya di dalam hukum (equality before the law), setiap orang harus diperlakukan sama. Sedangkan dalam asas kewibawaan diperkirakan adanya ketidaksamaan.

Selain daripada itu ada asas hukum yang sekaligus juga merupakan asas kesusilaan (zedelijkheids beginsel), yang tidak mengenal batas tempat dan waktu. Asas-asas hukum yang demikian ini, di samping merupakan landasan keadilan hukum, juga sebagai penyambung antara hukum dan moral atau dengan kata lain, merupakan saluran-saluran bagi moral untuk memasuki hukum. Asas-asas hukum macam ini misalnya :
“jangan membunuh orang lain”, jangan mencuri barang kepunyaaan orang lain. Oleh karena asas hukum yang bukan universal dipengaruhi oleh tempat dan waktu, maka asas hukum pada suatu negara tidaklah tentu sama dengan negara lain.

Asas hukum nasional di Indonesia telah dirumuskan dalam seminar Hukum ke-IV tahun 1979 yaitu adalah :
  • asas manfaat;
  • asas usaha nersama dan kekeluargaan;
  • asas demokrasi;
  • asas adil dan merata;
  • asas perikehidupan dalam keseimbangan;
  • asas kesadaran hukum; dan
  • asas kepercayaan pada diri sendiri.
Tetapi dalam Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman tanggal 21-23 Desember 1981 di Yogyakarta, asas-asas hukum nasional ini dirumuskan kembali sebagai berikut :
  • asas kesatuan;
  • asas negara hukum;
  • asas persamaan;
  • asas keadilan;
  • asas kerakyatan;
  • asas kemanusiaan;
  • asas kekeluargaan;
  • asas keseimbagan;
  • asas kebebasan yang bertanggung jawab; dan
  • asas kepentingan nasional.
Kemudian juga disebutkan beberapa macam asas hukum nasional dengan penjelasan sebagai berikut :
  • “Asas manfaat”, ialah segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan bagi pengembangan pribadi warga negara.
  • “Asas usaha bersama dan kekeluargaan”, ialah bahwa usaha mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama dari bangsa dan seluruh rakyat yang dilakukan secara gotong-royong dan jiwa oleh semangat kekeluargaan.
  • “Asas demokrasi”, ialah demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial dan ekonomi serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat.
  • “Asas adil dan merata”, ialah bahwa hasil-hasil materi dan spiritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati merata oleh seluruh bangsa dan bahwa tiap-tiap warga negara berhak menikmati hasil-hasil pembangunan yang layak diperluikan bagi kemanusiaan dan sesuai dengan nilai darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara.
  • “Asas perikehidupan dalam keseimbangan”, ialah keseimbangan antara kepentingan-kepentingan, yaitu antara kepentingan keduniaan dan akhirat, antara kepentingan materiil dan spiritual, antara kepentingan jiwa dan raga, antara kepentingan individu dan masyarakat, antara kepentingan nasional dan internasional.
  • “Asas kesadaran hukum”, ialah bahwa setiap warga negara Indonesia selalu sadar dan taat kepada hukum, dan mewajibkan negara menegakkan dan, menjamin kepastian hukum.
  • “Asas kepercayaan pada diri sendiri”, yaitu pembangunan nasional harus berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
  • “Asas wawasan nusantara”, yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan. Dalam pengertian kesatuan hukum, hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Demikian asas-asas hukum nasional yang dirumuskan simposium, yang disebutkan sebagai asas-asas hukum yang ditemukan dalam Pancasila dan UUD 1945.

Satjipto Rahaardjo menyatakan, asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum, karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Asas hukum juga merupakan alasan bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis kekuasaannya karena telah melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan hukum selanjutnya.

Karena itu Paton menyebutnya sebagai sarana yang membuat hukum hidup, tumbuh dan berkembang, serta menunjukkan bahwa hukum tidak hanya sekedar kumpulan peraturan-peraturan belaka. Asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etik. Karenanya asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum (positif) dengan cita-cita sosial dan pandangan etik masyarakat. Melalui asas hukum ini peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian-bagian dari suatu tatanan etik. Karena adanya ikatan internal antara asas-asas hukum, maka hukum merupakan suatu sistem, yaitu sistem hukum.

red _ (3369)

kembali ke :
• https://bit.ly/3FGeIqp