C. Pengertian Hukum

PIH

C. Pengertian Hukum

Hukum dalam bahasa Inggris disebut “law”, dalam bahasa Perancis disebut “droit”, dalam bahasa belanda disebut “recht” dalam bahasa Jerman disebut “rench” dan dalam bahasa Arab disebut “syari’ah”.

Apa yang dimaksud dengan “hukum” ? Para sarjana dan para ahli hukum membuat rumusan atau definisi yang berbeda-beda tentang apa yang dimaksud hukum, menurut sudut pandang dan rasa bahasa masing-masing. Berikut ini dikemukakan definisi-definisi hukum yang dibuat para ahli dengan beraneka ragam itu.

Aristoteles dalam karangannya yang berjudul “Rhetorica” (1924 ed.) meyatakan :“ Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature.”(Mohammad Roesmalie, 1985:.4) Sedang Hugo the Groot yang lebih dikenal dengan nama Grotius dalam karyanya yang berjudul “De Jure Belli ac Pacis” (1965) meyatakan :“ Law is a rule of moral action obliging to that which is right.”. Dan Thomas Hobbes dalam bukunya yang terkenal “Leviathan” (1935 ed.) menyatakan : “ Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others.”. Van Vollenhoven dalam bukunya “Het Adatrecht van Nederlandche Indie” menyatakan : “Recht is een verchijnsel der almaar stromende samenleving, met andere verchijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw en tegenstuw”, yang artinya adalah Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup, yang bergejoak terus-menerus dalam keadaaan bentur-membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya).

Oleh karena hukum mempunyai banyak segi dan luas sekali cakupannya, maka sementara ahli menyatakan tidak mungkin membuat suatu definisi tentang apa sebenarnya hukum itu. Van Apeldoorn misalnya, dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht” menyatakan bahwa hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin menyatakannya dalam satu rumusan yang memuaskan (Apeldoorn, 1958:13)

Pendapat yang sama juga dikemukaakn oleh Lemaire dalam bukunya “De veelzijdigheid en veelomvattendheid van het recht bregen niet alleen met zich, dat het onmogelijk is in een enkele definitie aan te geven wat recht is”, yang artinya “hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apa hukum itu sebenarnya” (Roesmalie, 1985:5).

Demikian pun dengan I Kisch dalam karangannya “Rechtswetenschap” menyatakan : Doordat het recht onwaarneember is onstaat een moeilijkheid bij het vinden van een algemeen be vredigende definitie”, maksudnya adalah “oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera, maka sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan umum”.

Hukum banyak sekali seginya dan luas cakupannya karena hukum mengatur semua bidang kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat suatu bangsa tetapi juga masyarakat dunia, yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang terus-menerus. Dan hukum sebagai norma sifatnya memang abstrak (tidak dapat ditangkap dengan panca indera). Peraturan hukum yang tertuang dalam rangkaian kata-kata suatu undang-undang adalah merupakan pembadanan daripada norma hukum atau lambang-lambang yang dipakai untuk menyampaikan norma hukum. Dalam masyarakat modern, lambang yang paling umum dipakai untuk menyampaikan norma hukum adalah peraturan tertulis. Tetapi lambang dalam bentuk lain juga dapat dipergunakan. Utrecht misalnya, dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia” mengemukakan, “Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup (perintah- perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan” (Ultrect, 1957:9).

Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro dalam tulisan yang berjudul “Rasa Keadilan Sebagai Dasar Segala Hukum” menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian peraturan- peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat (Wirjono Prodjodikoro, 1974:11). 

Kemudian Simorangkir dalam bukunya “Pelajaran Hukum Indonesia”, merumuskan :
Hukum sebagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yakni dengan hukuman yang tertentu. (Simorangkir, 1962:6)

Soerojo Wignjodipoero, dalam karyanya yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum” menyatakan “Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat (Soerojo Wignjodipoero, 1974:13).

Demikianlah beberapa rumusan definisi hukum yang dibuat oleh para ahli untuk melukiskan apa yang dimaksud dengan hukum. Selain itu, masih banyak lagi definisi-definisi hukum yang disusun para ahli hukum lain, yang satu sama lain berbeda-beda. Tetapi kalau diperhatikan definisi-definisi atau pengertian- pengertian hukum tersebut, maka satu hal adalah pasti, hukum itu berhubungan dengan manusia dalam masyarakat.

Oleh sebab itu para ahli sepakat menyatakan, bahwa membicarakan hukum sesungguhnya sama dengan membicarakan dengan masyarakat. Membicarakan hukum tidak mungkin dilepaskan sama sekali dari pembicaraan masyarakat dengan segala yang ada di dalamnya.

Masyarakat sendiri sebetulnya mempunyai pengertian yang berbeda-beda terhadap hukum. Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto dalam bukunya “Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum” menyebutkan ada 9 (sembilan) macam arti hukum yang diberikan oleh masyarakat, yaitu :

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

3. Hukum sebagai kaidah, yakni sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.

4. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bentuk tertulis.

5. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer).

6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan yang didasarkan pada hukum, akan tetapi yang juga didasarkan pada penilaian pribadi.

7. Hukum sebagai proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.

8. Hukum sebagai sikap tindak atau perilaku ajeg (“teratur”), yaitu perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yakni jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang apa yang dianggap baik (sehingga harus dianut atau ditaati) dan apa yang dianggap buruk (sehingga harus dihindari) (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1982:13)

Selain itu ada 3 (tiga) macam lagi arti hukum yang diberikan masyarakat (Soerjono Seokanto 1979:20) yaitu :

1. Hukum sebagai lembaga sosial (“social institution”) yang merupakan himpunan dari kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.

2. Hukum sebagai sarana sistem pengendalian sosial yang mencakup segala proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bertujuan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat (dari segala lapisan) agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai.

3. Hukum sebagai seni.

red _ (03)

kembali ke :
• https://bit.ly/48TmY3y