![]() |
PIH |
Kalau kita analogikan ke zakat, kapan seseorang dapat dikategorikan wajib membayar zakat dan dibayarkan zakatnya. Tidak jauh dengan pajak, seseorang wajib membayar zakat apabila orang tersebut sudah mampu dalam artian mampu membayarkan harta bendanya yang sudah mencapai nishab. Mengapa masalah dalam penunaian zakat harus mampu dulu, justru inilah yang menjadi perbedaan jauh dengan pajak karena orang-orang yang tidak mampu mengeluarkan zakat bukan subyek yang wajib membayar zakat akan tetapi sebaliknya, orang-orang yang demikian itulah yang akan dan berhak menerima zakat.
Atas dasar beberapa analisa pemakalah sebetulnya apakah UU perpajakan dengan seperangkat ketentuan-ketentuan didalamnya dari produk-produk hukum adat atau tradisi yang sudah membudaya terbiasa dilakukan? Atau hanya legalitas yuridis pembuatan, dilihat dari orientasi dan subyek wajib pajak.
Munculnya kewajiban pajak dapat dilihat dari UU masing-masing pajak akan tetapi secara umum jika dipenuhi dua syarat sebagai berikut :
- a. Kewajiban pajak subyektif : ialah kewajiban pajak yang melihat kepada orangnya. Pada umumnya semua orang baik manusia atau benda-benda seperti : PT, CV, Fa dan Yayasan yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.
- b. Kewajiban pajak obyektif : ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal uang dapat dikenakan pajak, seseorang atau badan-badan hukum memenuhi kewajiban pajak obyektif ini jika mendapat penghasilan, punya kekayaan atau memperoleh laba yang melebihi batas minimum kena pajak yang disebut dalam UU pajak yang bersangkutan.
kembali ke :
• https://bit.ly/3QoGyxt