C. Isu-isu utama dalam masalah keagrariaan

PIH

C. Isu-isu utama dalam masalah keagrariaan 

Masalah-masalah mendasar yang muncul mengiringi berlakunya hukum agraria (Bisri, 2005:106) antara lain :

1. Masalah pendaftaran tanah dan pelaksanaannya.

Pendaftaran tanah merupakan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi pemegang hak milik tanah. Selain itu juga merupakan fiscal cadastre yaitu kepentingan negara untuk pemungutan pajak tanah. Sampai saat ini publikasi resmi tentang pendaftaran tanah telah disebarluaskan kepada rakyat Indonesia agar sesegera mungkin melaksanakan pendaftaran tanah miliknya.

Program pendaftaran tanah secara nasional yang disebut program agraria nasional (PRONA) pada tahun 1980-an serta awal 1990-an telah digulirkan dengan pemberian fasilitas secara kolektif dalam pendaftaran tanah. Akan tetapi tingkat kesadaran rakyat untuk mendaftarkan tanahnya masih cukup memprihatinkan, karena kemampuan rakyat pada umunya sangat rendah, sehingga sampai saat ini hasil dari pelaksanaan pendaftaran tanah masih belum merata.

2. Masalah Landreform.

Program landreform oleh masyarakat Indonesia disikapi secara kontroversial. Disatu pihak land dianggap sebagai program penyelamat rakyat yang mengalami kesulitan memiliki tanah dan oleh karenanya harus dilaksanakan segera dan secara luas. Dipiak lain program landreform sebagai program tanpa arti hanya sedikit pihak yang bisa menikmatinya, atau bahkan program ini sebagai program komunis (PKI). Sebagai suatu program pertanahan nasional, landreform yang pada prinsipnya merupakan program perombakan mengenai kepemilikian penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah. Tujuan utama landreform antara lain :

  • a. Pembagian tanah yang adil kepada rakyat.
  • b. Tanah untuk tani, bukan sebagai objek spekulasi dan pemerasan..
  • c. Memperkuat hak milik tanah bagi bangsa Indonesia.
  • d. Pengakhiran sistem tuan tanah dan pembatasn kepemilikan tanah, karena tanah berfungsi sosial.
  • e. Mempertinggi produktifitas nasional melalui tanah sebagai basisnya.
3. Masalah Pewarisan Tanah

Pewarisan merupakan salah satu masalah hukum yang sangat krusial, karena sistem pluralisme yang berlaku atasnya (banyak faset hukum yang bisa diberlakukan atasnya).

Daniel S. Lev (1985:146) menyatakan bahwa tak ada masalah hukum yang paling memusingkan di Indonesia selain masalah waris. UU PA tidaksecara tegas mengatur mekanisme pewarisan tanah. Ada beberapa pasal yang berkaitan dengan tanah, antara lain pasal 23 ayat 1 tentang hak milik, pasal 19 tentang keharusan pendaftaran tanah dan pasal 26 tentang jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat serta perbuatan lain yang dimaksudkan untuk pemindahan hak miliki serta pengawasannya di atur dengan peraturan pemerintah.

Berlakunya pasal 58 yang menyatakan bahwa selama peraturan-peraturan pelaksanaan belum terbentuk, maka peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, memberi peluang bagi hukum kewarisan lama yang bersifat pluralistis tetap berlaku. Ada beberapa peraturan perundangan yang memberikan pengaturan tentang pewarisan antara lain: pertama, Undang-undang No. 56/Prp/160 pasal 9, tentang pemindahan hak atas tanah pertanian, kecuali pembagian warisan, dilarang bila menimbulkan berlangsungnya kepemilikan tanah yang luasnya kurang dari dua hektar. Ketentuan ini juga memberi peluang hukum pewarisan lama yang pluralistis. Kedua, peraturan pemerintah No. 20 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, pada pasal 20 tertera bahwa :
  • a. Jika orang yang mempunyai hak atas tanah meninggal dunia, maka yang menerima tanah itu sebagai warisan wajib meminta pendaftaran peralihan hak tersebut dalam waktu 6 bulan sejak tanggal meninggalnya orang itu.
  • b. Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya dapat memperpanjang waktu tersebut pada ayat 1 pasal ini berdasarkan pertimbangan khusus. Dalam pasal 23 pada peraturan yang sama, dinyatakan bahwa 
    • (a) untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai tanah yang telah dibukukan maka kepada kepala kantor pendaftaran tanah harus diserahkan sertifikat hak atas tanah itu beserta wasiat dan jika tidak ada wasiat surat keterangan warisan dari instansi yang berwenang. 
    • (b). setelah peralihan hak tersebut dicatat dalam buku daftar tanah, maka sertifikat itu dikembalikan kepada ahli waris. Pasal 41 yang merupakan ancaman bagi kealpaan ahli waris untuk melaksanakan pasal 20 dengan denda yang nilainya disesuaikan dengan harga tanah. Aturan tersebut merupakan langkah administrasi penertiban proses pewarisan yang sampai saat ini ternyata masih banyak diabaikan dalam praksis pewarisan kita.
4. Masalah Perlindungan Hak Warga

Masyarakat dalam Pembebasan Tanah di Wilayah Perkotaan.
Persoalan tanah, baik di perkotaan maupun di pedesaan adalah persoalan yang senantiasa rumit dan bersifat multi kompleks. Pembangunan perkotaan di Indonesia selalu dihadapkan dengan masalah kepemilikan tanah bagi warganya. Di satu pihak pemerintah kota berkeinginan untuk memperbesar, memperindah kota, serta meningkatkan berbagai fasilitas bagi warganya, di lain pihak warga kota juga memiliki hak untuk hidup dan berkembang wajar, termasuk memiliki hak untuk memiliki tanah dan tempat tinggal. Masalah yang sering muncul adalah berbenturanya dua kepentingan di atas. Kepentingan pemerintah untuk melakukan pembebasan tanah bagi perluasan dan peningkatan fungsi perkotaan sering berhadapan secara tajam dengan penolakan masyarakat yang tergusur. Masalah ini timbul sebagai akibat dari :
  • penetapan harga tanah yang tidak sesuai dengan keinginan warga.
  • Terjadi manipulasi harga oleh oknum aparat sehingga memperkeruh program secara keseluruhan.
  • Kurangnya publikasi dan sosialisasi program perkotaan yang baik termasuk program penataan kota (planologi kota) yang mestinya dipahami warga kota sehingga bisa diantisipasi sejak dini dalam perolehan tanah dan tempat tinggal.
Dalam tataran praktis pembebasan tanah di perkotaan menimbulkan persoalan yang serius antara lain : 
  • a. Dilakukan secara semena-mena oleh aparat sehingga menimbulkan gejolak sosial perkotaan.
  • b. Timbul trauma masyarakat perkotaan bahwa hak warga diperlakukan sewenang- wenang tanpa mempertimbangkan hak asasi manusia.
5. Masalah Hak Adat Pertanahan 

Dalam masa reformasi, seiring dengan menguatnya otonomi daerah makin kuat pula desakan agar hak adat pertanahan di daerah segera diselesaikan, yang diakibatkan oleh kebijakan pertanahan masa lalu (pada masa orde baru) yang eksesif di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Papua (Rowiyastuti, 2000:56). Pedalaman Kalimantan, Sumatera (Aceh) dan berbagai daerah lain yang menimbulkan gejolak pertanahan adalah bagian dari kebijakan politik secara makro maupun politik agraria khususnya.

kembali ke :
• https://bit.ly/3SnPSTN