![]() |
PIH |
1. Kondifikasi Hukum
Istilah Hukum (recht) dan undang-undang (wet) mengacu pengertian yang tidak sama. Tidak semua hukum dinyatakan dalam bentuk tertulis atau dalam bentuk peraturan undang-undang, karena disamping itu terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat dan tidak tertulis, lazim disebut hukum adat. Oleh sebab itu, berdasarkan bentuknya, hukum dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok, yaitu :
- a. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum masih hidup dalam masyarakat, tetapi tidak tertulis, meskipun demikian keberlakuannya ditaati sebagaimana halnya peraturan undang-undang;
- b. Hukum tertulis, yaitu hukum yang tercantum dalam undang-undang atau peraturan lainnya, umumnya peraturan- peraturan yang berasal dari MPR, DPR bersama-sama Pemerintah, Presiden, Menteri dan sebagainya.
Dalam pada itu seyogianya dibedakan antar hukum tidak tertulis dengan hukum tertulis. Jika dikatakan, bahwa pada umumnya dengan hukum adat itu tidak tertulis, ini berarti bahwa rumusan hukum tidak dibuat oleh badan perundang- undangan, tetapi oleh para ahli ilmu hukum adat, dalam kitab-kitab yang bernilai ilmu saja. Singkatnya hukum serupa itu dapat dikatakan sebagai ajaran (recht als leer) dan hukum tertulis sebagai kekuasaan (recht als macht).
Hukum yang tercantum dalam undang-undang dikumpulkan dan disusun dalam suatu kitab hukum mengenai suatu jenis lapangan hukum. Kitab hukum yang demikian itu disebut codifientie, berasal dari perkataan codec atau undang-undang. Jadi Pengkodifikasian hukum artinya penyusunan peraturan-peraturan hukum secara sistematis, bulat dan lengkap dalam suatu kitab undang-undang oleh badan pemerintah yang berwenang. Arti kodifikasi demikian itu mencerminkan faham legisme yang berpendapat bahwa hukum hanya terdapat dalam undang-undang.
Konsekuensi dari padangan legistis ini yaitu bahwa suatu kodifikasi hukum tertentu memuat segala-galanya yang diperlukan dalam bidang yang bersangkutan. Menurut Ali Said, S.H. kodifikasi yang kita artikan dalam program pembinaan yang dianut oleh para pengikut aliran legisten, tetapi kodifikasi terbut.
Hal ini berarti bahwa kodifikasi berbagai cabang hukum yang hendak diadakan itu disusun dalam suatu sistem sedemikian rupa sehingga kodifikasi-kodifikasi tersebut tidak menutup diri bagi perkembangan kemudian dalam masing-masing cabang hukum bersangkutan. Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H., kodifikasi memungkinkan adanya aturan hukum sejenis yang mengatur berbagai masalah dalam bidang hukum bersangkutan secara khusus. Untuk mempercepat proses kodifikasi dibuka kemungkinan menyusun kodifikasi parsial (bagian) yaitu kodifikasi dalam lapangan-lapangan hukum yang lebih sempit ( buku I Repelita II, Bab 2)
Bahan baku penyusunan kodifikasi Hukum Perdata Nasional dipergunakan dari sumber Indonesia sendiri baik Hukum Perdata Barat, Hukum Islam, dan Hukum Adat, dan aturan-aturan lain yang relevan.
Contoh kodifikasi adalah :
- a. KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- WvS : Wetboek van Strafrecht
- b. KUHS : Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
- BW : Burgerlijk Wetboek
- c. KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
- WvK : Wetboek van Koophadel
Di zaman purbakala, kodifikasi telah dilakukan. Pada zaman kaisar Justianus dari Roma (527-565), kodifikasi tersebut telah dilaksanakan, dan hasil pekerjaan itu berupa undang-undang Corpus Juris Justanus, yang terdiri atas tiga bagian, yaitu : Institutone, Digesten atau Pendekten, dan code. Nilai kodifikasi ini begitu tinggi, sehingga menjadi pokok pangkal pertumbuhan hukum di benua Eropa sampai sekarang ini. Dewasa ini hampir setiap negara, hukumnya terdiri dari hukum tertulis.
Terdapat suatu aliran yang terlalu menjunjung tinggi hukum tertulis yang disebut Positivisme dan Legisme, yang berpendapat, bahwa tidak ada hukum lain, kecuali undang-undang atau hukum tertulis. Akan tetapi, dalam kenyataannya, hukum tertulis atau kodifikasi merupakan suatu mata uang yang berisi dua. Di sisi yang satu mengarah pada segi positif, sedangkan di sisi yang lain menjurus pada segi negatif. Sisi positif kodifikasi meliputi :
- a. Adanya kepastian hukum (recht zakerheid), artinya melalui kodifikasi atau pembukuan hukum masyarakat memiliki pedoman mengenai perbuatan apa yang tidak dapat dihukum, sehingga kewenangan penguasa negara dapat dihindarkan, bahkan ditiadakan;
- b. Adanya kesatuan hukum (rechtunificate), artinya kodifikasi memungkinkan adanya unifikasi, yaitu berlaku satu macam hukum untuk seluruh masyarakat, hukum pidana di Indonesia misalnya;
- c. Adanya penyederhanaan hukum, artinya dimulai kondifikasi berbagai corak hukum yang merupakan akibat langsung dari tempat dan tingkat kemajuan masyarakat akibat langsung dari tempat adanya pedoman yang meliputi pelbagai unsur hukum yang mejadi ukuran keadilan.
Adanya sisi negatif kodifikasi hukum adalah sifat hukum menjadi statis. Artinya, dengan dibukukannya peraturan hukum dalam bentuk kodifikasi, hukum tidak gampang untuk mengimbangi perubahan masyarakat yang dinamis.
2. Klasifikasi Hukum Privat dan Hukum Publik
Pada dasarnya, suatu sistem hukum adalah peraturan-peraturan hukum yang ada di suatu negara. Peraturan hukum yang satu berkaitan dengan peraturan dengan peraturan hukum yang berlaku. Demikian, peraturan-peraturan hukum dapat dilihat dari suatu segi tertentu, dan karena itu peraturan hukum pun merupakan suatu sistem hukum yang tertentu pula, misalnya sistem hukum pidana, sistem hukum tata negara, sistem hukum perdata, dan sebagainya. Klasifikasi berguna untuk dua hal, sebagai berikut :
- a. Kegunaan teoritis, dalam hal ini untuk mendapatkan nilai-nilai teoritis, sehingga mendapatkan suatu pengertian yang lebih mendalam;
- b. Kegunaan praktis, yaitu agar lebih mudah dalam menemukan hukum dan dapat menerapkan hukum
Untuk kepentingan ilmu hukum, membuat klasifikasi hukum tuntunan yang tidak terelakkan, karena klasifikasi universal yang mempunyai nilai mutlak tidak mungkin. Oleh sebab itu, materi-materi dari setiap klasifikasi harus berkaian dengan faktor-faktor sosiologis.
Bangsa Romawi dengan sarjananya yang bernama Ulpianaus merupakan bangsa yang pertama kali mempelajari seluk belum hukum, serta sarjana yang pertama mengadakan klasifikasi hukum. Secara garis besar, klasifikasi hukum meliputi :
- Klasifikasi hukum menurut isinya atau menurut naluri dari ilmu hukumBarat terdiri dari :
- a. Hukum Publik
- b. Hukum Privat
Klasifikasi semacam ini didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu :
- a. Kriteria kepentingan, artinya apabila merupakan kepentingan orang banyak termasuk hukum Publik, dan apabila merupakan kepentingan orang perserorangan termasuk hukum Privat;
- b. Kriteria subyek, artinya apabila subyeknya negara termasuk hukum Publik, dan subyek orang perseorangan hukum Privat.
Bierling dan Leoff merupakan orang-orang yang membedakan antara hukum Publik dan hukum Privat berdasarkan subjek atau pendukung hukum. Bierling berpendapat, bahwa klasifikasi serupa itu tidak sesuai dengan kenyataan dan ia pun melihat kemungkinan negara berhubungan dengan orang perseorangan serta dalam hubungan ini berlaku hukum Privat, bukan hukum Publik. Meskipun demikian, dalam keadaan demikian, Bierling beranggapan, bahwa negara bertindak bukan sebagai negara, melainkan sebagai orang perseorangan.
Loeff berpendapat, bahwa kedudukan dan martabat negara tidak mengizinkan atas negara berlaku ketentuan-ketentuan hukum Privat, karena menurunkan harkat negara itu. Dilain pihak, yang menentang pendirian di atas (di antaranya Scholten) mengatakan, bahwa perselisihan hukum antara alat negara yang satu dengan alat negara yang lain, juga dengan warga negara, tidak menutup kemungkinan berlakunya hukum Privat. Akan tetapi, pada umumnya, mengakui pemerintah mewakili negara mengadakan hubungan hubungan hukum yang dapat dianggap sebagai prive, misalnya jual beli dan sewa-menyewa, dimana berlaku hukum Privat. Hukum Privat adalah hukum Perdata dan Hukum Perdata Dagang sedangkan Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara Perdata termasuk Hukum Publik.
2. Klasifikasi menurut cara memperhatikannya terdiri dari :
- a. Hukum Materiel
- b. Hukum Formiel
Hukum material adalah ketentuan- ketentuaan yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui, setiap subjek hukum memiliki hak dan kewajiban, baik secara sepihak maupun secara timbal balik. Dalam hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum, terdapat kewenangan atau hak, baik hak kebendaan atau hak memakai jasa. Dengan demikian, hukum materialnadalah hukum yang mengatur materi atau isi dan beberapa luas isi dari hubungan-hubungan hukum itu, peraturan-peraturan hukum yang terdapat dalam KUHP, KUHS, KUD dan sebagainya merupakan contoh-contoh hukum materiel.
Hukum Formiel (biasa disamaartikan dengan Hukum Acara) adalah hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana norma-norma hukum (materiel) dipertahankan. Dengan kata lain, hukum yang memberikan ketentuan tenang bagaimana melakukan gugatan, pemeriksaan persidangan dan pelaksanaan hukuman. Juga, tata cara lainnya dalam mempertahankan hukum materiel. Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata merupakan contoh-contoh hukum formiel.
3. Klasifikasi menurut kerja dan pelaksanaan sanksi terdiri dari :
- a. Hukum Kaidah ( normenrecht )
- b. Hukum sanksi (sanctierecht)
Hukum pemaksa ialah hukum yang sifatnya memaksa, dalam hal ini ketentuan- ketentuan hukumnya tidak boleh tidak harus dipatuhi oleh orang yang bersangkutan, dan tidak boleh dikesampingkan, misalnya tentang usia perkawinan. Oleh karena itu seseorang yang belum mencapai usia kawin tidak boleh melakukan perkawinan, kecuali dalam hal adanya alasan-alasan yang penting. Bila tidak mempunyai dispensasi, akan dikenakan sanki; tidak diperbolehkan kawin.
Hukum pelengkap ialah hukum yang sifatnya tambahan, dalam hal ini ketentuan- ketentuan hukum hanya dipatuhi, apabila diperlukan saja, misalnya dalam perjanjian yang tidak dibuat secara sah (tidak menentukan tempat dan waktu pembayaran). Oleh karen itu dengan hukum pelengkap, waktu dan tempat pembayaran dapat ditentukan. Hukum publik merupakan hukum pemaksa dan hukum pelengkap, dan untuk membedakan kedua klasifikasi hukum tersebut dapat dilihat redaksi peraturan tersebut.
4. Untuk memudahkan klasifikasi hukum Privat dan hukum Publik diatas dapat diperhatikan bagan di bawah ini:
Dibawah ini akan dikemukan beberapa golongan hukum menurut asas pembagian antara lain :
1. Menurut luas berlakunya, hukum dapat dibagi menjadi :
- a. Hukum umum yaitu aturan hukum yang berlaku pada umumnya. Istilah asingnya “ius ganerale”, misalnya aturan tentang sewa menyewa, atau hukum pidana umum.
- b. Hukum khusus yaitu aturan hukum yang hanya berlaku untuk hal-hal khsus saja. Istilah asingnya “ius particurale” atau “ius speciale”. Misalnya aturan sewa-menyewa rumah, aturan hukum pidana militer, aturan hukum perdata orang Timur Asing. Dalam contoh lainnya bahwa hukum dagang adalah hukum khusus sedangkan hukum umum adalah hukum perdata. Dalam ketentuan diatas, adanya hubungan khusus terhadap hukum umum, adanya satu asas hukum (adegium) “lex special derogat legi generate”, artinya Undang-undang yang khusus lebih diutamakan daripada Undang- undang yang umum. Arti yuridisnya jika suatu hal tertentu diatur oleh undang-undang yang bersifat umum dan juga diatur oleh peraturan yang bersifat khusus, maka yang diperlukan/diutamakan peraturan yang khusus itu. Ada istilah lainnya yaitu aturan khusus menyingkirkan aturan umum
- a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perudangan
- b. Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan- peraturan kebiasaan (adat)
- c. Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara negara.
- d. Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
- a. Hukum Pemaksa (dwigen recht) yaitu hukum dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Dengan kata lain aturan hukum yang tidak boleh tidak harus dilaksanakan atau diikuti oleh para pihak.
- b. Hukum pelengkap atau hukum yang mengatur atau hukum penambah (aanullend recht atau regelend recht), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu pernjanjian. Dengan kata lain aturan hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang diadakan para pihak.
- a. Hukum tertulis (Statute Law atau Written Law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundangan. Hukum ini dapat pula merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan dan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan.
- b. Hukum tak tertulis (unstatuery Law atau Unwritten Law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan. Hal ini disebut hukum kebiasaan.
- a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara
- b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
- c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara asing
- a. Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lainnya dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hal ini disebut Private Law.
- b. Hukum Publik (publik law), yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan umum, aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dengan perseorangan atau hubungan antara negara dengan alat perlengakapannya. Jadi, jelaslah perbedaannya antara hukum publik, sedangkan kalau mengatur kepentingan perseorangan adalah hukum privat.
- a. Hukum Materiil (matereel recht, substantive law) yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingaan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan atau mengatur hubungan antara orang-orang, jadi yang menentukan hak-hak dan kewajiban, memerintahkan dan melarang berbagai perbuatan kepada orang-orang dalam masyarakat. Misalnya Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Usaha, Hukum Dagang.
- b. Hukum Formil (formeel recht, ajective law), yaitu aturan hukum yang mengatur cara bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil itu, atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka Pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberikan putusan. Hal ini disebut Hukum Acara, Misalnya : Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata.
- a. Hukum Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hal ini disebut juga hak.
- b. Hukum Objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenal orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
- a. Hukum posotif (Ius Constitutum), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
- b. Ius Constituendem yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- c. Hukum Alam (Hukum Asasi), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat. Menurut Drs. D.S.T. Kansil, S.H. (1986:74) bahwa ketiga macam hukum ini merupakan hukum duniawai.
red _ (33616)
kembali ke :
• https://bit.ly/48TkvGk